Selasa, 16 Juli 2013

Tangisan Di Ruang Guru.



Tangisan Di Ruang Guru.

Nama gw opin. Ini cerita horror gw saat gw menjadi panitia qurban di sekolah gw.
Hari senin adalah hari dimana qurban di sekolah gw di laksanakan, otomatis minggu semua harus di persiapkan dan di rapikan. Di sekolah 20 panitia di suruh menginap dan di berikan tugas untuk merapikan peralatan, mengasah pisau dan menjaga sapi.
Kebetulan gw, rafi, dan alwin bertugas mengasah pisau, golok, dan kapak. Sebagian bertugas menjaga sapi.
Gw dan rafi sedang bercerita tentang ruangan-ruangan di sekolah gw yang angker.
Tiba-tiba terdengar suara.
“BRAKKKK” pintu ruang guru di lantai dua terbuka seperti di banting, lantas semua panitia menuju ke atas dan mengecek nya. Namun yang ada hanyalah kegelapan dan kosong, ngak ada apa-apa selain meja, kursi, buku, dan peralatan serta perlengkapan sekolah.
Panitia langsung menutup pintu ruang guru dengan tali (pintu ruang guru kuncinya rusak) dan menghalanginya dengan meja yang di ambil dari sebuah kelas.
Jam 23:50 semua panitia di suruh tidur, anak kelas satu di bagi ke 2 tempat. Satu di ruang dekat kantor bawah tempat tas dan satu lagi kelas yang di jadikan ruang untuk memasak di dekat kamar mandi sekolah.
Untuk beberapa anak kelas 2 harus tidur dekat dengan sapi yang posisinya berada di lapangan. Gw tidur bersebelahan dengan Eca yang memang menjadi ketua acara.
Sebelum tidur gw dan teman-teman gw sempat untuk bercerita seram lagi seputar tempat angker di depok yang berada di dekat sekolah gw dan beberapa cerita-pun bisa membuat kami tidur.
Sesaat semua tidur terlelap, sekitar jam 02:00 anak kelas dua terbangun karena mendengar suara bantingan pintu lagi dari ruang guru. Lantas semua panitia yang anak kelas dua memeriksa ke atas, gw berada di depan dan saat gw mengarahkan senter ke arah ruangan guru. Meja yang tadi kami letakkan di depan ruang guru sudah berpindah ke dekat kelas X-2 dan pintunya sudah terbuka.
Karena kami pikir takut ada maling akhirnya sebagian anak kelas dua turun ke bawah dan mengambil pisau lalu naik lagi ke lantai dua. Sesaat kami berjalan dengan pelan-pelan menuju ruang guru. Langkah kami terhenti dengan suara tangisan. Tangisan itu bukan dari arah belakang kami, bukan dari arah kelas yang berjajar dengan kelas lainnya, bukan juga dari  atas loteng. Asal tangisan tersebut berasal dari ruang guru. Beberapa anak kelas dua ada yang meminta untuk turun, tapi karena gw bilang kita rame dia sendirian akhirnya maju semua ke arah ruang guru.
Kami mengambil satu langkah suara tangisan tersebut agak mereda dari yang tadinya keras. Kami mengambil langkah kedua dan tangisan tersebut agak mereda lagi. Kami terus mengambil langkah sampai suara tangisan tersebut benar-benar seperti suara tangisan anak wanita kecil yang kehilangan ibunya.
Kami berada di depan ruang guru lalu gw, rafi, dan eca yang masuk lebih dulu di depan dengan mengambil satu langkah bersama-sama. Sambutan yang kami bertiga terima adalah suara bantingan gelas yang pecah. Kami berjalan lagi satu langkah dan “BRAAAAAAKKKKKKKKK” pintu ruang guru tertutup. Gw, rafi, dan eca benar-benar kaget karena sudah berada di dalam.
Gw: “woy jangan bercanda woy, buka woy.”
Alwin: “ dari tadi udah gw coba buka pin, awas lo gw pengen dobrak”
“BREEEKKKK” pintu ngak bisa di dobrak dan yang terjadi gw dan kedua teman gw terkurung.
Alwin: “bentar pin gw panggil penjaga sekolah dulu.”
Gw yang berada di depan pintu langsung di colek oleh rafi dan memanggil nama gw dengan terbata-bata.
Rafi: “pi..pi…opi…opin.”
Gw: apa? (sambil memegang senter yang gw arahkan ke muka dia)
Rafi: “Lo liat ke dekat kamar mandi guru.”
Gw langsung berbalik melihat eca dan rafi yang lagi terpaku melihat ke arah kamar mandi guru, gw langsung mengubah arah senter dan tepat gw mengarahkan senter gw ke kamar mandi senter gw mati.
Dengan samar-samar gw melihat seorang gadis dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya dan memakai seragam sekolah lengkap dengan rok abu-abunya sedang melayang. Walau gelap gw yakin dia menatap kami. Kami tidak bisa bersuara apalagi bergerak.
Gw melihat rafi sedang mencoba berbicara dengan kata-kata yang ngak lucu banget.
Rafi: “mbakkkk, la…. Lagi ngak smsan kan?”
Gw: “tol*l lo, ngak liat apa dia ngak ada kaki dan tangan.”(gw berbicara dengan berbisik)
Wanita yang ada di depan kami langsung mengenggakkan dengan kepalanya. Dia menangis dan gw, rafi, dan eca ngak bisa bersuara lagi. Wanita tersebut mengatakan “TOLONG SAYA….TOLONG SAYA…. RASANYA SAKIT SEKALI….” Dengan nada yang tertatih-tatih dan dia melayang mendekati kami di situ senter gw nyala dan ternyata bajunya penuh dengan darah apalagi di daerah lengannya dan di daerah rok dekat paha, rambutnya yang tadi menutupi dia mulai terurai kebelakang dan wajahnya-pun terlihat. Matanya merah dan ada bekas luka pisau di jidatnya, sudah di pastikan itu bukan manusia. Kami bertiga akhirnya bisa berbalik badan dan ketika kami berbalik secara bersamaan, dia ada di depan kami. Hanya berjarak 20 cm dari kami, dia langsung berkata “tolong temukan tangan saya di gedung sekolah ini”
Setelah dia berkata seperti itu kami langsung pingsan dan di bangunkan oleh penjaga sekolah dan sudah berada di ruang panitia.
Beberap menit kami bertiga sempat memulihkan fisik dan mental untuk persiapan qurban karena sekarang sudah jam 04:00.
Karena gw dan Rafi masih penasaran dan penjaga sekolah masih ada di ruang panitia Rafi langsung menanyakan soal wanita yang ada di ruang guru.
Rafi: “bang, di ruang guru emang knapa sih ada kaya hantu wanita nangis-nangis gitu.”
Penjaga sekolah: “owh kamu pingsan dari tadi karena itu? Bilang dari tadi, jadi dulu saat ruang guru semen betonnya ambruk, sekolah di renovasi untuk pemulihan gedung. Lalu ada anak wanita kelas 11  yang jadi korban pemerkosaan temannya sendiri, setelah sudah di perkosa lalu di bunuh dengan cara di mutilasi bagian tangan dan kakinya. Rumor-rumornya bagian tubuhnya yang di mutilasi di buang ke dalam penggilingan semen beton untuk lantai ruang guru di lantai dua. Ya sekarang mungkin tangannya sudah menjadi pondasi lantai ruang guru dan dia setiap malam selalu mencari tangan dan kakinya yang hilang di setiap sudut sekolah, apalagi ruang guru lantai dua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar